Kamis, 08 April 2010

Fungsi Manajemen Resiko

Fungsi Manajemen Resiko

Fungsi manajemen resiko mencakup, menemukan kerugian potensial dan mengevaluasi kerugian potensial. Menemukan kerugian potensial, yaitu berupaya menemukan atau mengidentifikasi seluruh resiko murni yang dihadapi oleh perusahaan, sedangkan mengevaluasi kerugian potensial, yaitu melakukan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh perusahaan.
Langkah langkah proses pengelolaan resiko, yaitu mengidentifikasikan tujuan yang ingin dicapai, mengidentifikasikan kemungkinan yang akan terjadi, mengukur besarnya resiko, mencari penanggulangan resiko, mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan yang akan diambil dan mengadministrasikan resiko yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
Manfaat pengendalian resiko adalah dapat menggambarkan profil resiko lebih transparan dan terpadu, mampu mengelola peristiwa yang akan datang yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian, memudahkan manajemen untuk menyusun program mitigasi resiko menurut prioritas resiko yang ada, menghubungkan pertumbuhan, resiko dan imbal hasil serta mengurangi kegiatan usaha dan kerugian yang mendadak.
Penggolongan resiko berguna untuk meneliti sebab sebab resiko dan untuk melihat aset-aset mana saja yang akan mereka pengaruhi. Penggolongan resiko ini dapat membantu perusahaan untuk memutuskan aset-aset mana saja yang bersifat rawan dan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk melindungi aset-aset tersebut.
Ada 4 tahapan dalam mengendalikan resiko yaitu, menilai, merencanakan, menetapkan prioritas dan mencegah resiko.


Pengidentifikasian Resiko

Menurut Pamela Shimel didalam bukunya The Universe of Risk, bahwa terdapat dua tipe resiko dalam manajemen resiko, yaitu resiko makro dan resiko mikro. Resiko makro adalah factor-faktor ekstern yang mempunyai petensial untuk mempengaruhi kerentanan secara keseluruhan, seperti biaya klaim, tingkat suku bunga, biaya pinjaman, perdagangan mata uang asing dsb. Sedangkan resiko mikro merupakan faktor-faktor intern yang mempunyai potensial untuk mempengaruhi kerentanan organisasi secara keseluruhan.
Klasifikasi Kerugian Potensial

Kerugian potensial dapat diklasifikasikan kedalam,
a. Kerugian atas harta kekayaan (property exposure), meliputi kerugian langsung, kerugian tidak langsung dan kerugian atas pendapatan.
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain (liability losses/exposure), adalah kerugian yang berupa kewajiban kepada pihak lain yang merasa dirugikan akibat kesalahan bisnisnya sendiri.
c. Kerugian personil (person losses/exposure), adalah kerugian akibat kesalahan yang dilakukan yang menimpa personil atau orang-orang yang menjadi anggota dari karyawan perusahaan.

Metode didalam mengidentifikasikan resiko dapat digunakan dengan cara:
a. Menggunakan daftar pertanyaan (quistionaire) untuk menganalisa resiko
b. Menggunakan laporan keuangan, untuk menentukan penanggulangan resiko di masa yang akan datang
c. Membuat flow chart dari aliran barang, mulai dari bahan mentah sampai barang jadi, untuk mengetahui resiko yang dihadapi pada masing-masing tahap
d. Dengan inspeksi langsung di tempat, untuk mengetahui dan belajar dari kenyataan-kenyataan di lapangan.
e. Melakukan interaksi dengan departemen-departemen di dalam perusahaan, seperti dengan mengadakan kunjungan ke departemen-departemen serta menerima, mengevaluasi, memonitor, dan menanggapi laporan-laporan dari departemen-departemen.
f. Mengadakan interaksi dengan pihak luar
g. Melakukan analisa terhadap kontrak-kontrak yang telah dibuat dengan pihak lain.
h. Menganalisa catatan mengenai bermacam-macam kerugiaan yang pernah diderita.
i. Mengadakan analisa lingkungan

Membuat dan Menyusun Peta Resiko

Contoh-contoh alat dan teknik yang dapat digunakan untuk mengelola resiko, yaitu:
1. Pemetaan resiko bisnis, yaitu dengan cara membuat daftar berbagai resiko yang ada, dengan mengelompokkannya kedalam sebuah kuadran tergantung tinggi rendahnya tingkat kemungkinan yang terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi yang besar atau kecil.
2. Analisis skenario dan model proyeksi, alat model ini memudahkan untuk mengelola ketidakpastian. Seperti pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan.
3. Teknik identifikasi dan menilai resiko, yaitu untuk membantu manajemen dalam hal menetapkan perhatian dan megakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan resiko.
4. Peran internet/intranet.
Risk based auditing adalah suatu pendekatan audit berbasis resiko. Audit risk adalah probabilitas memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang secara material salah disajikan. Ada 3 komponen dari audit risk yaitu,
a. Inherent Risk (IR), merupakan fungsi dari integritas manajemen dan karakteristik unik dari bisnis yang memberi kontribusi terhadap kompleksitas dan ketidakpastian audit
b. Control Risk (CR), adalah resiko bahwa suatu salah saji material yang tidak dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendalian intern
c. Detection Risk (DR), adalah resiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi suatu saji material yang ada dalam suatu asersi.

Audit Risk (AR) dapat dihitung dengan persamaan

Langkah-langkah Penaksiran dan Pengendalian Resiko

Langkah 1. Risk Identification, Sourcing and Sizing, adalah mengidentifikasi, menentukan sumber dan menaksir tingkat terjadinya semua resiko potensial yang serius.
Langkah 2. Risk/Reward Trade off and Risk Mitigation, adalah untuk setiap potensial penting yang telah diidentifikasi, ditentukan sumber dan ditaksir besarannya, trade off resiko dengan ganjarannya (reward) dievaluasi.
Langkah 3. Monitoring Risk, adalah pemonitoran terus menerus atas kondisi-kondisi yang tidak diharapkan dan perubahan-perubahan kondisi untuk mengurangi resiko.

Project Human Resources Managemen

Menurut DI Cleland dan Wr. King (1987), proyek merupakan gabungan dari berbagai sumber daya yang dihimpun dalam organisasi sementara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen proyek merupakan suatu usaha merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, mengkoordinasi, dan mengawasi kegiatan dalam proyek sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jadwal, waktu dan anggaran yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil akhir yang memuaskan.
Pelaksanaan proyek adalah sebuah proses yang dijalani dalam mengerjakan proyek. Koordinasi dan pengarahan secara teknis maupun organisasional dalam langkah ini sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan proyek.
Pada saat proyek akan dimulai tepat pada waktunya, setiap tim harus tahu apa yang harus dilakukan dan harus memiliki sumber daya yang tepat untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Mereka harus tahu resiko yang akan dihadapi dan harus punya rencana cadangan untuk mengatasi masalah. Di tahap ini Manajer proyek bertanggung jawab untuk mengkoordinasi, setiap anggota grup harus bisa berkomunikasi diantara mereka jika dibutuhkan. Setiap anggota grup harus mendokumentasikan kegiatannya. Dokumentasi adalah tanggung jawab semua anggota tim dan dapat lebih membantu mereka.
Kejutan dan konflik bisa terjadi di saat mengerjakan proyek. Perlu diingat bahwa keberhasilan proyek adalah tanggung jawab semua tim proyek. Jika ada masalah, tim harus membantu keluar dari masalah. Jika ada konflik tim harus bekerjasama untuk menyelesaikan suatu konflik. Ini dapat memudahkan dengan cara mengadakan rapat setiap minggu atau bulanan. Tim harus mengkaji ulang jadwal dan status tugas yang dikerjakan (selesai/tidak selesai) dalam tujuan proyek. Menyelesaikan tujuan-tujuan di dalam proyek berarti proyek telah berhasil.



Dalam kegiatan melaksanakan proyek, ada beberapa pengetahuanmanajemen yang perlu kita ketahui, yaitu:
A) manajemen sumber daya manusia
B) manajemen komunikasi

























II. PEMBAHASAN

A. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia (SDM) sangatlah penting didalam pelaksanaan proyek. Manajemen SDM mengusahakan keefektifian penggunaan SDM. Proses-proses utama dalam manajemen SDM adalah:
 Perencanaan organisasi
 Penambahan staf
 Penyusunan tim proyek
Ada beberapa dasar pengaruh manajemen SDM bagi manajer proyek,antar lain :
 Penugasan
 Dana dan Anggaran
 Keahlian dan Promosi
 Kesempatan kerja
 Keakraban hubungan
B. Manajemen Proyek Sumber Daya Manusia
Adalah meliputi proses-proses yang diperlukan untuk membuat penggunaan personil yang terlibat dalam proyek yang lebih efektif. Manajemen proyek sumber daya manusia adalah suatu proses yang dibutuhkan organisasi dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi anggota tim proyek. Dalam hal ini, output dari suatu proses adalah input untuk proses selanjutnya. Proses manajemen proyek sumber daya manuisa adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan SDM
Adalah merencanakan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek serta mengalokasikannya pada tiap-tiap pekerjaan dan aktivitas yang ada. Tiap-tiap pekerjaan membutuhkan sejumlah tenaga kerja tertentu. Tugas perencanaan sumber daya manusia adalah menyusun dan mengatur agar dengan jumlah tenaga kerja yang sekecil mungkin tetapi dapat menyelesaikan seluruh rangkaian pekerjaan suatu proyek tepat pada waktunya sebagaimana telah di gariskan dalam rencana kerja yang telah disusun lebih dahulu. Perencanaan SDM harus menghindari penyediaan tenaga kerja yang berlebihan, karena merupakan suatu pemborosan. Sebaliknya , perencanaan SDM harus pula mengindari tenaga kerja yang kurang dari jumlah yang seharusnya tersedia, karena dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian suatu proyek. Jumlah tenaga kerja optimal adalah jumlah tenaga kerja yang paling efisien untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan dari suatu proyek tepat pada waktunya (waktu optimal).
Penugasan tenaga kerja yang efisien dapat dianalisa dari tiga sudut pandang yaitu:
 Alokasi dan penugasan tenaga kerja dikaitkan dengan masalah waktu. Disamping memerlukan waktu penyelesaian yang berbeda masing-masing pekerjaan dari suatu proyek juga membutuhkan jumlah tenaga kerja yang berbeda.
 Alokasi dan penugasan tenaga kerja dikaitkan dengan biaya. Tingkat pendidikan dan kemampuan dan bakat setiap tenaga kerja yang berbeda sehingga berbeda juga dalam menyelesaiakan suatu pekerjaan yang sama. Seorang tenaga kerja mungkin lebih terampil untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu, tetapi kalah terampil dalam menyelesaiakan pekerjaan yang lain. Perbedaan tingkat keterampilan ini, menyebabkan terjadinya biaya dari pekerjaan yang bersangkutan. Tenaga kerja yang terampil akan cenderung akan memperkecil biaya begitu juga sebaliknya. Untuk dapat meningkatkan efisiensi kerja dan menekan biaya maka setiap tenaga kerja harus ditugaskan mengerjakan pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan keterampilannya.
 Alokasi dan penugasan tenaga kerja dikaitkan dengan kontribusi laba Pada dasarnya pengaturan alokasi dan penugasan tenaga kerja berdasarkan kontribusi laba ini tidak banyak berbeda dengan pengaturan alokasi dan penugasan tenaga kerja yang berdasarkan biaya. Perbedaannya adalah bahwa jika pengaturan berdasarkan biaya bertujuan untuk mengalokasi dan menugasakan tenaga kerja agar biaya proyek menjadi sekecil mungkin, maka pengaturan berdasarkan kontribusi laba bertujuan untuk mengalokasi dan menugasakan tenaga kerja agar kontribusi laba menjadi sebesar mungkin.
Penambahan Staf dan Penyususan Tim Proyek
Masukan-masukan dalam penetapan staf dan penambahan tim proyek:
 Rencana manajemen penempatan staf
 Data personalia
 Pengalaman kerja
 Minat
 Karakteristik personil
 Ketersediaan waktu
 Praktek-praktek perekrutan, contoh:
a. Kebijakan
b. Pedoman
c. Prosedur-prosedur organisasi
2. Pengembangan Tim Proyek (Develop Project Team).
Yaitu mengembangkan keahlian dan keterampilan dari tim proyek termasuk individu dan timnya. Tujuan dari proses ini tidak hanya mengembangkan keahlian dan juga membangun tim. Proses ini diikuti dengan proses dari pelaksanaan tim. Membangun suatu tim proyek mencakup membina kemampuan untuk mendapatkan peran aktif stakeholder maupun membina perilaku sebagai suatu tim pada tim proyek.
3. Mengatur Tim Proyek (Manage Project Team)
Adalah proses ini dilengkapi dengan memonitori dan mengawasi proses grup.memonitori umpan balik pada pimpinan sehingga pimpinan dapat mengetahui setiap saat apa yang terjadi dilapangan.apabila terjadi hambatan-hambatan atau delay dalam suatu kegiatan, pimpinan dapat segera mengambil langkah-langkah pengamanannya (adjustments)agar kesukaran dapat segera diatasi , sehingga pelaksanaannya dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam pelaksanaan suatu proyek, monitoring memegang peranan penting , karena memonitoring report akan memberikan input bagi perencana (the planners)untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek tersebut dan perencanaan selanjutnya. Oleh karena itu demi dapat melaksanakan monitoring yang baik diperlukan :
 Sistem reporting yang baik , yang memerlukan adanya komunikasi diantara penanggung jawab masing-masing bagian kegiatan, sehingga dapat diketahui apa yang terjadi dilapangan.
 Orang-orang yang tepat (right people) magsudnya :
a. Penanggung jawab terhadap setiap kegiatan
b. Pimpinan (supervisors) yang dapat mengintegrasikan laporan dari suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya, untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam kegiatan
 Informasi yang benar. Informasi yang benar hanya dapat diperoleh, bila penanggung jawab setiap kegiatan dipegang oleh orang-orang yang tepat
 Waktu yang tepat. Gejala-gejala hendaknya dilaporkan sebelum terjadi, agar dapat dilakukan tindakan pengamanan (corrective actions) jauh sebelumnya.
Manajemen Resiko Proyek
Di dalam mengelola pekerjaan-pekerjaan dalam suatu proyek pasti ada resiko. Manajemen resiko proyek meliputi kegiatan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan menanggapi resiko proyek.

Proses-proses utama dalam manajemen resiko proyek adalah:
a. Identifikasi resiko: menentukan resiko yang diduga akan menggangu jalannya proyek.
b. Kuantifikasi resiko: mengevaluasi resiko.
c. Penyusunan tanggapan terhadap resiko: menentukan langkah-langkah untuk menghitung peluang dan tanggapan terhadap gangguan.
d. Pengendalian atas tanggapan terhadap resiko: Menanggapi terhadap perubahan resiko selama berlangsungnya proyek.

a. Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko dilakukan:
 Sepanjang masa proyek
 Secara reguler
 Untuk resiko internal maupun external
Resiko internal adalah resiko yang dapat dipengaruhi atau dikontrol oleh tim proyek Resiko external adalah resiko yang tidak bisa dikontrol oleh tim proyek. Resiko memungkinkan kita menderita kerugian. Dalam konteks proyek identifikasi resiko juga memperhatikan peluang disamping ancaman.
Masukan dalam mengidentifikasi resiko:
1. Deskripsi produk: proyek yang menggunakan teknologi yang sudah teruji akan lebih kecil resikonya dari pada yang menggunakan inovasi/penemuan baru.
2. Informasi historis:
3. File-file proyek
4. Basis data
5. Pengetahuan tim proyek

b. Kuantifikasi Resiko
Menyangkut evaluasi resiko dan interaksi resiko untuk mengases daerah harga hasil kegiatan.
Masukan untuk kuantifikasi resiko yaitu:
 Toleransi resiko
 Sumber resiko
 Kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko
 Estimasi biaya
 Estimasi lama kegiatan
Keluaran dari kuantifikasi resiko yaitu:
 Kesempatan (peluang) yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus ditanggapi dalam bentuk daftar.
 Kesempatan yang diabaikan dan ancaman/gangguan yang diterima: Proses Kuantifikasi resiko perlu mendokumentasikan:
 Sumber resiko & kejadian resiko yang btelah diputuskan untuk diabaikan
 Orang yang memutuskan hal diatas

c. Penyusunan Tanggapan Atas Resiko
Masukan untuk menyusun tanggapan atas resiko yaitu:
 Kesempatan (peluang) yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus ditanggapi
 Kesempatan yang diabaikan dan ancaman/gangguan yang diterima
Hasil dari penyusunan tanggapan atas resiko yaitu:
 Rencana manajemen resiko, yang mendokumentasikan prosedur untuk mengelola resiko selama proyek berlangsung
 Masukan bagi proses lain. Alternatif strategi, rencana kontinjensi, pembelian yang diantisipasi, dll perlu dikomunbikasikan kepada proses lain yang akan menggunakan keluaran proses beresiko
 Rencana kontinjensi. Kalau tidak dimuat disini, harus dimuat dalam rencana proyek
 Cadangan, yaitu usulan dalam rencana proyek untuk mengurangi resiko baik dari segi biaya maupun waktu
 Perjanjian dengan kontrak

d. Pengendalian Atas Tanggapan Resiko
Pengendalian resiko bersangkutan dengan pelaksanaan rencana manajemen resiko sebagai respon pada kejadian resiko selama proyek berjalan. Bila terjadi perubahan, maka harus diikuti siklus dasar: Identifikasi --> Kuantifikasi --> Tanggapan
Masukan untuk pengendalian tanggapan atas resiko:
 Rencana manajemen resiko
 Kejadian yang benar-benar menimbulkan resiko
 Identifikasi atas resiko-resiko tambahan
Teknik yang diperlukan:
 Tanggapan diluar rencana (workarrounds)
 Penyusunan tanggapan tambahan terhadap resiko
Hasil dari pengendalian atas tanggapan resiko:
 Tindakan korektif, sesuai rencana untuk menanggapi resiko
 Perubahan dalam rencana manajemen resiko, baik yang menyangkut nilai maupun kemungkinannya

Penyebab, Dampak, Solusi
dalam Manajemen Proyek Sumber Daya Manusia

 Penyebab dari manajemen proyek sumber daya manusia yaitu:
1) Terjadinya komplik antar anggota tim
Banyak hal yang menyebabkan konflik disebabkan oleh gaya kepemimpinan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan kemampuan Mengelolah manusia dengan berbagai karakter bukanlah hal yang mudah dalam sebuah proyek yang sifatnya sementara dan berlangsung dalam waktu relatif singkat. Konflik antar anggota tim dengan project manager menjadi penghalang yang dapat menggagalkan tercapainya tujuan proyek sesuai dengan perencanaan awal.
Dampaknya adalah sebagai berikut:
 Akan menurunkan motivasi anggota tim.
 Akan menurunkan produktivitasnya.
Solusinya secara prevective (mencegah) adalah sebagai berikut:
 Pimpinan harus menciptakan suasana yang kondusif bagi anggota tim
 Pekerjaan atau jabatan yang di pangku oleh anggota tim harus sesuai dengan bakat, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh anggota tim.
Solusi secara corective ( koreksi ) adalah sebagai berikut:
 Mencari pakar permasalahan
 Bersama- sama mencari solusi
 Atasan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengungkapkan ide atau solusi
Solusi secara how ( teknis ) adalah sebagai berikut:
 Mengurutkan sebab akibat yang ditimbulkan sampai didapatkan pusat permasalahan
 Setelah pusat permasalahan diketahui hal-hal yang harus dilakukan adalah memberikan penjelasan secara detail dan saling ada keterbukaan antara pihak atasan dan bawahan agar tercipta tim kerja yang baik

2) Keluarnya anggota tim
Disebabkan oleh:
a. Anggota tim tidak merasa puas dengan pekerjaan yang sekarang
b. Terjadinya konflik dengan anggota tim
c. Pekerjaannya tidak sesuai dengan bakat dan keterampilan anggota tim.
Dampaknya adalah sebagai berikut:
 Proyek yang dilaksanakan bisa terlambat penyelesaian karena anggota tim keluar.
 Jika dengan hanya anggota tim tersebut yang bisa melakukan pekerjaan itu, maka bisa saja proyek terhenti penyelesaian
 Waktu penyelesaian proyek tidak tepat waktu
Solusinya adalah sebagai berikut:
 Suatu proyek hendaknya memiliki beberapa orang yang keahlian yang sama sehingga jika dianggota tim yang satu keluar maka pekerjaan tersebut dapat diganti oleh anggota tim yang lain.
 Keluarnya anggota tim tersebut menjadi kesempatan untuk melakukan rekrutmen kembali terhadap jabatan tersebut.
3) Anggota tim terlalu ramah
Dampaknya adalah sebagai berikut:
 Banyak ngobrol sehingga banyak waktu yang terbuang
 Pekerjaan tidak selesai tepat waktu
Solusi secara prevective adalah sebagai berikut:
 Tegur anggota tim yang terlalu ramah tersebut
 Pada awal pekerjaan jelaskan tujuan yang ingin dicapai dari proyek tersebut
 Kasih anggota time schedule penyelesaian pekerjaan
4) Rendahnya kompetensi SDM yang dimiliki
Dampaknya adalah sebagai berikut:
 Dapat mengancam selesai proyek tepat waktu dengan kualitas yang ditentukan. Permasalahan-permasalahan klasik seperti ini terkadang menjadi penting untuk dipikirkan dalam suatu manajemen proyek.

Solusi secara prevective adalah sebagai berikut:
 Menciptakan iklim kerja yang bagus mungkin dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan dalam proyek

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTUBERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTUBERBASIS SEKOLAH
Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu
OlehDrs. Umaedi, M.Ed Direktur Pendidikan Menengah UmumDEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUMApril 1999
=============================================================
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.
2. Tujuan
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan;
Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing - masing.
Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
Memotivasi timbulnya pemikiran - pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5 tahun,dst,sehingga tercapai misi sekolah kedepan.
Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.
Pengertian mutu
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Diposkan oleh Papua Comunity di 18:45
Label: pendidikan

LOCAL FOREST MANAGEMENT Edited by David Edmunds and Eva Wollenberg INTRODUCTION


Selama tahun 1980, tekanan politik mulai menekan pemerintah pusat untuk menyerahkan manajemen sumberdaya kepada individu dan institusi local yang lokasinya berada dalam pemerintahan ataupun diluar pemerintahan. Beberapa pemikiran yang mendorong transformasi dalam manajemen sumberdaya, diantara adalah :
• Mulai mencari jalan untuk memotong biaya birokrasi pemerintah yang tidak efisien
• Para pencinta ligkungan menggambarkan bahwa manajemen sumberdaya berkelanjutan yang berdasarkan pada hubungan ekonomi dan budaya yang selaras antara masyarakat local dan sumberdaya alam akan lebih efektif jika dikelola oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan sumberdaya tersebut.
• Advokasi terhadap masyarakat miskin agar dapat mengontrol sumberdaya yang ada di wilayahnya akan membantu mereka mendapatkan bagian yang lebih besar dari pengatura sumberdaya alam
• Pembangunan khusus terhadap kelayakan kerja bersama masyarakat local dan pergerakan untuk mendukung pembangunan skala kecil, bottom up dan pengukuran respon skala local berbasis pada kehendak masyarakat local, merupakan kebalikan dari strategi pembangunan yang berfokus pada skala besar dan investasi dalam bidang infrastruktur.
• Para pendukung reformasi politik membantah bahwa keterlibatan langsung masyarakat dalam manajemen sumberdaya alam merupakan kebohongan terbesar dari pemerintah local dan akan berhenti dengan sendirinya, karena desentralisasi tersebut akan melibatkan civil culture
Saat ini telah terjadi pergeseran kebijakan dalam manajemen sumberdaya alam, hampir di seluruh dunia. Reformasi kebijakan telah melakukan pemindahan kewenangan untuk mengatur sumberdaya air terhadap institusi local di lebih dari 25 negara. (Vermilion, 1997). Hak untukmengelola hidupan liar, telah mengalami perubahan di Nabibia, Zambia, Zimbabwe dan Botswana (Shackleton et al, 2002). Pemerintah pusat juga telah secara bertahap untuk mentransfer kewenangannya dalam memanage perikanan, tanah, perlindungan kawasan dan sumberdaya local lain kepada institusi local.
Pergeseran kewenangan untuk manajemen hutanan dipermulasikan melalui berbagai jalan, diantaranya adalah :
• Organisasi perusahaan atau organisasi masyarakat, seperti Rubber Tappers’ Organization (Brazil), Ejidos (Meksiko), Trusts (Botswana), Conservancies (Nabibia) dan Communal Property Association (Makuleke, Afrika Selatan).
• Komite Desa yang di fasilitasi oleh pemerintah, sebagai contoh : Natural Resources Management Protection Committees di Malawi dan Forest Protection Committees di India.
• Kontrak persetujuan antara pemerintah dengan rumahtangga atau individu (Philipina dan Cina)
• Organisasi pemerintah local seperti yang terjadi pada dewan daerah peedesaan di Zimbabwe dan panchayats di India
Pergeseran dalam kewenangan pengelolaan hutan membuat banyak masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan mendapatkan akses yang lebih besar terhadap hutan dan dapat menentukan sendiri keputusannya dalam mengelola sumberdaya local. Dalam penelitian ini tidak akan membahas secara mendalam tentang sejarah pengaru pergeseran kewenangan (devolution) dalam mengelola hutan terhadap masyarakat local, melainkan akan mencoba untuk merinci tentang reformasi kebijakan, yang akan dipusatkan pada tiga Negara dengan pengalaman yang luas dalam hal implementasi devolution.
Berdasarkan penemuan awal, kebijakan devolution telah memberikan dampak yang negative negative terhadap kehidupan pemakai hutan di beberapa lokasi penelitian. Hal ini terjadi khususnya pada kebijakan yang tidak memperhatikan dampak dari reformasi kebijakan yang telah dibuat dan kebijakan yang dibuat tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, kebijakan devolution perlu dipertimbangkan kembali, terutama di India dan di Philipina.
Beberapa contoh permasalahan akibat kebijakan devolution adalah : 1)specis yang digunakan oleh pemerintah dalam program penutupan lahan melalui agroforestry , adalah species baru yang mengganti species yang ada sebelumnya yang bermanfaat untuk perlindungan tanah dan sumberdaya air, tanaman obat, sumber pakan ternak, bahan kontruksi untuk masyarakat local serta sumber pangan liar. 2) Di Cina, peningkatan penutupan lahan memberikan damapak yang lebih baik terhadap masyarakat miskin, karena masyarakat di ijinkan untuk memilih tanaman buah-buahan dan jenis spesies lain yang laku di pasar. Meskipun demikian, peraturan dari pemerintah membatasi pilihan masyarakat terhadap jenis kayu yang dipilih. Selain itu, jika pemerintah local tidak melakukan pengawasan, maka penduduk akan mengunakan kayu yang telah tumbuh untuk berbagai keperluan. Jadi peningkatan penutupan lahan sering berarti pengurangan dalam hal manfaat hutan bagi masyarakat miskin.
Berdasarkan studi kasus, mengindikasikan bahwa kebijakan devolution dapat memberikan dampak yang beragam terhadap rumah tangga local dan atau manfaat hutan. Kebijakan devolution memberikan dampak langsung yaitu legitimasi dalam pengelolaan lahan hutan. Masyarakat local menikmati status yang lebih tinggi dan bisa mendapatkan sumberdaya dari pemerintah, donor, NGOs untuk aktivitasnya dalam mengelola hutan. Dibeberapa Negara, terutama di Cina masyarakat memperoleh keuntungan melalui peningkatan sumber pendapatan. Kejadian sebaliknya terjadi di India, kebijakan devolution menghilangkan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendapatan. Hal ini karena pemerintah mengekpansi penjualan hasil produk hutan, sehingga masyarakat tidak bisa menjual secara langsung hasil hutan yang ada, meskipun pada awalnya pemerintah telah menjanjikan bagi hasil kepada masyarakat.
Beberapa hal penting yang berhubungan dengan pemberian kesempatan kepada masyarakat miskin dalam membuat keputusan adalah : Pertama, Kerangkan konseptual dari pemerintah dam masyarakat sering menyimpang tajam dari penghargaan terhadap manajeme sumberdaya alam. Usaha untuk membanguan secara bersama-sama kerangka devolution dan implementasinya hanya difokuskan pada keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan masyarakat. Konflik kepentingan antara berbagai kelompok tidak akan bisa di hilangkan, dan akan lebih baik untuk memanagenya dengan cara membangun mekanisme institusi yang dapat mengjoordinasikan kegiatan dan dengan cara melakukan evaluasi secara berkala terhadap semua persetujuan dalam rangka perubahan social dan keadaan lingkungan.
Kedua, Kapasitas local yang kuat untuk melakukan aksi secara bersama-sama dapat menjaga dan mempromosikan kemampuan masyarakat local dalam membuat keputasan sendiri. Kapasitas tersebut kadang-kadang diperlukan untuk membangun modal social, seperti jaringan, norma dan social trust yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Ketiga, struktur dari pembuat keputusan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap hak kepemilikan outcome. Hal tersebut berkenaan dengan hak kepemilikan antara masyarakat local dengan “outsiders”, pemakai sumberdaya yang berbeda dalam masyarakat dan diantara individu masyarakat.

Kamis, 01 April 2010

MANAJEMEN PEMASARAN

Alternatif bagi persaingan harga adalah mengembangkan tawaran, penyampaian, dan atau kesan yang didiferensiasikan.
Tawaran dapat mencakup keistimewaan-keistimewaan yang inovatif. Hal-hal yang diharapkan pelanggan disebut paket jasa primer (primary service package), dan pada paket itu dapat ditambahkan pula keistimewaan jasa sekunder (secondary service features). Dalam industri penerbangan, berbagai perusahaan telah memperkenalkan keistimewaan jasa sekunder seperti film, tempat duduk yang canggih, barang untuk dijual, jasa telepon dari udara ke darat, dan program pemberian hadiah bagi pelanggan yang sering melakukan penerbangan.
Hertz baru-baru ini menambah fitur layanan sekunder untuk membedakan dengan layanan sewa otomatis, yaitu adanya layanan utama untuk para anggota gold :
Pelanggan Hertz akan dijemput oleh shuttle bus hertz dan akan diantar ke preasignet car.
Tantangan utamanya adalah sebagian besar inovasi jasa mudah ditiru. Hanya sedikit yang dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Namun, perusahaan jasa yang meriset dan memperkenalkan inovasi jasa secara teratur akan memperoleh serangkaian keunggulan temporer yang melebihi pesaingnya. Dan, dengan memiliki reputasi di bidang inovasi, perusahaan tersebut dapat mempertahankan pelanggan yang menginginkan yang terbaik. Dengan demikian Citicorp menikmati reputasi sebagai inovator utama dalam industri perbankan misalnya inovasi di bidang ATM, bank dengan jaringan nasional, beragam rekening keuangan dan kartu kredit, dan suku bunga utama yang mengambang.

Citra
Perusahaan jasa jugs dapat mendiferensiasikan cintra mereka terutama melalui simbol dan merek. Harris Bank of Chicago menggunakan singa sebagai simbol dan menggunakan singa sebagal simbol pada peralatan tulis, ikan, dan bahkan sebagai boneka yang ditawarkan kepada penabung baru. Hasilnya, singa Harris menjadi terkenal dan memberikan kesan kuat bagi bank tersebut. Beberapa rumah sakit telah memperoleh reputasi “mega-merek” karena menjadi yang terbaik dibidangnya, seperti Mayo Clinic, Massachussets General, dan Sloane Ketering, semua rumah sakit itu dapat membuka kliik did kota lain dan menarik pasien berdasarkan kekuatan mereka.
Beberapa perusahaan jasa terkenal telah berhasil membangun usaha internasional (See Global Marketing 18-1)

Pemasaran Global
Memperluas layanan bisnis international : club med
Club med merupakan anak perusahaan dari perusahaan perancis yaitu Club Meduterranice, S.A., mengelola dengan baik dalam pemasaran dan keuangan dalam sejarah singkat 40 tahun. Gilbert Triyano membuka lebih dari 104 desa di 30 negara.
Formula Club Med sangat sedehana yaitu memberi liburan seseorang untuk meninggalkan tekanan sehari-hari, dimana mereka tidak perlu membuat kelutusan mereka dapat berpakaian kasual, bertemu, bermain dan makan bersama orang lain. Dan menikmati kehangatan cuaca.
Desa cub med berlokasi kebanyakan didaerah cuaca hangat seperti Caribear, O Ceania, poasific Basin, dan malaysia/Indonesia. Tamu membayar diawal untuk selama mereka tinggal dan menggunakan beads untuk pembayaran selama mereka tinggal di desa.
Ruang Club Med lebih identik dan mereka tidak ada kunci pada pintu atau telepon. Para tamu disebut GMs (Gentil Membres) dan dibantu oleh asisten yang disebut Gos (Gentils Organisations) Para Gos, berada di 100 desa, bekerja penuh waktu dan bertindak sebagai instruktur, penghibur dan teman untuk para tamu. Desa berlokasi didaerah yang panorama indah dan lengkap dengan lapangan tenis, diskotik, serta layanan makanan yang enak.
Club Med mendapat keuntungan dari pembayaran para tamu dan daerah lain untuk ditabung. Club mendapat bunga dari pembayaran diawal para tamu.
Club mampu membeli transportasi udara dalam grosir karena pembalian banyak dan harga eceran untuk para tamu. Selain itu, sebagian besar uang untuk membangun desa baru datang dari negara yang berkeinginan untuk membangun industri pariwisata.
Hingga baru-baru ini, Cub Med merupakan suatu pendekatan standar untuk mengadaptasi disain dan menalankan desa-desa itu. Sekarang memperkenalkan banyakadaptasi untuk menarik dan memuaskan lebih banyak pelanggan. Club Med membuat beberapa desa untuk pelanggan yang telah menikah dan memiliki anak. Club telah memakai komputer dibeberapa desa untuk menarik tamu yang lebih berorientasi bisnis. Club telah menambah Gros non prancis untuk menuju desa internasional.
Semua mengatakan, club bergerak dari pemasaran global standar dan menyesuaikan diri menuju pemasaran global.
Sumber : See for example, “A New Course For Club Med” Asia Bussiness, Januari 1991, PP. 96.98.


MENGELOLA MUTU JASA

Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan. Harapan-harapan itu dibentuk oleh pengalaman di masa lalu, pembicaraan dari mulut ke mulut, dan ikan perusahaan jasa. Setelah menerima jasa itu, pelanggan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada di bawah jasa yang diharapkan, pelanggan tidak berminat lagi terhadap penyedia itu. Jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry membentuk model mutu jasa yang menyoroti syarat-syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi.29 Model itu, tampak dalam Gambar 18.5, mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa.
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen: Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Pengurus rumah sakit mungkin berpikir bahwa pasien menginginkan makanan yang lebih baik, tetapi pasien mungkin lebih mementingkan daya tanggap perawat.
2. Kesenjangan antara persepsi mannjemen dan spesiflkasi mutu jasa Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan satu kumpulan standar kinerja tertentu. Pengurus rumah sakit menyuruh perawat untuk memberikan pelayanan yang “cepat” tanpa menentukannya secara kuantitatif.
3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa Para petugas mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar. Atau mereka dihadapkan pada standar yang berlawanan, seperti menyedikan waktu untuk mendengarkan para pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.


Perusahaan dan Industri 18-1
Apa mobil pembeli memikirkan auto dealer
Tredore R. Cunningham, Chrysler’s Vice President dari eksekutif penjualan dan pemasaran, baru-baru ini bersama dengan wartawan dari The Wall Street Journal: “Dalam survei terbaru, mobil baru pembeli bahwa mereka lebih suka mereka kunjungi dokter gigi untuk root kanal daripada harus melalui proses membeli mobil lagi. Kami keluar untuk mengubah seluruh dealer budaya. “
Setiap mobil pembeli telah memiliki pengalaman memasukkan pamer, yang mendekati langsung oleh terlalu agresif pramuniagawati atau terlalu ramah, yang baik tidak dapat menjawab pertanyaan tertentu atau jawaban yang jelas sekali palsu, yang tidak dapat mengutip batu bawah harga tanpa pergi ke adalah bos, yang kembali menyatakan bahwa syukur adalah bos dalam mood yang baik dan dapat memenuhi harga, dan kemudian pada saat menandatangani kontrak, pelayan yang mencoba untuk menjual pilihan tambahan pada peralatan, rustproofing, jaminan, dengan pelanggan lebih berkembang dan lebih habis. Beberapa hari kemudian, ketika mendengarkan mobil, di pramuniagawati tidak ingat pelanggan, dan tidak segera kembali panggilan telepon bila pelanggan baru mobil tidak memulai. “Panggilan layanan departemen,” normal adalah jawaban dari salesforce.
Tak heran bahwa sebagian besar pembeli mobil akan lebih memilih untuk membeli mobil mereka melalui surat daripada langkah menjadi agen pamer. Dan kesalahan tidak seluruhnya merupakan dealer. Otomatis produsen meletakkan banyak tekanan pada mereka untuk memindahkan dealer mobil, dan semua insentif yang terkunci dengan volume suara yang dijual, bahwa agen salespeople dimengerti mendapatkan ambisius.
Tentu saja, selalu ada auto dealer yang menawarkan layanan kualitas luar biasa. Carl Sewell, yang berjalan satu di Amerika Serikat yang terbesar dan paling sukses dealer, taranya menyediakan layanan untuk pelanggan Dallas. Dia mengikuti aturan: “Jika pelanggan meminta, jawabannya adalah selalu ya.” Nya Cadillac pinjaman mobil armada nomor 150 mobil. Nya dealer memiliki teknisi layanan panggilan 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Pelanggan mereka kunci dalam kunci mobil atau kedai yang akan melepaskan orang dengan layanan tanpa biaya. Jika ia gagal layanan masyarakat untuk perbaikan mobil kanan pertama kalinya, dealer kendaraan yang akan “loaner” kepada pelanggan dan membuat pelanggan mobil di tidak dipungut biaya. Bila pelanggan mobil siap, pelanggan akan menerima hadiah perundangan. Sewell tidak puas hanya menjual mobil sekali untuk pelanggan. Nya adalah filosofi aptly summed di jual buku yang terbaik, untuk Pelanggan Life: Cara Belok Salah satu yang menjadi Pembeli Waktu Lifetime Pelanggan.
Tetapi kadang-kadang tidak Carl Sewell yang mulai kembali otomatis produsen berpikir tentang dealer. Ada apa beberapa mobil baru telah dilakukan dengan keputusan mereka dealer. Laju telah ditetapkan oleh Jepang. Ketika Toyota franchise fluffytgc para dealer dan Nissan dengan Infinity franchise dealer. Kedua perusahaan banyak menghabiskan waktu hampir sebagai dealer filosofi yang merancang dan pengaturan sebagai mobil mereka yang baru. Pamer baru yang secara fisik menarik dan luas. Pelanggan masuk dan kopi ditawarkan oleh resepsionis, dan kemudian dibawa ke setiap melihat mobil. Seorang-pelayan datang dan memperkenalkan pelanggan kepada manajer penjualan. Pelanggan adalah Kemudian tur layanan bay (biasanya kosong dari mobil). Pelanggan yang ditawarkan murah tes didorong. Sepanjang, interaksi dengan pelayan yang tenang, tenang, dan mesra dengan pelayan penyediaan informasi teknis yang akurat. Tidak ada tekanan jual tinggi. Jika pelanggan daun memesan tanpa mobil, akan ada satu atau dua menindaklanjuti panggilan yang singkat dan sopan. Jika pelanggan memutuskan untuk membeli mobil, tidak ada tawar-menawar di atas harga.
Melihat, ini baru model agen kinerja, General Motors disalin sebagai “praktek terbaik” dalam menubuhkan Saturn dealer. Sekarang Chrysler, dalam meluncurkan model baru LH, akan menghabiskan $ 30 juta untuk reeducate yang 100.000 orang bekerja di dealer-nya dari pemilik untuk penjualan manajer untuk layanan personil untuk switchboard operator. Ford juga mencoba untuk menginstal “hubungan pemasaran” dalam dealer. Semua ini adalah mewujudkan otomatis perusahaan bahwa pelanggan tetap dapat sesuatu seperti senilai $ 325.000 sepanjang hidup, jika mereka melakukan pekerjaan kanan.

Sumber:
Bradley A.Stertz, “For LH.Models, Chrysler Maps New Way to Sell, “The Wall Street Journal, June 30, 1992,p.B1.Car1 Sewell and Paul B.Brown,Customers for Life: How to Turn That One TimeBuyer into a Lifetime Customer (New York:Pocket Books, 1990).

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal: Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat para petugas perusahaan dan iklan perusahaan. Jika brosur rumah sakit memperlihatkan kamar yang indah, tetapi pasien tiba dan menemukan kamar yang tampak murahan dan tak terawat, maka komunikasi eksternal itu telah mendistorsi harapan pelanggan.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialnnti dan jasa yang diharapkan Kesenjangan itu terjadi bila pelanggan memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut. Dokter mungkin terus mengunjungi pasien untuk menunjukkan kepeduliannya, tetapi pasien menganggap hal itu sebagai indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres.


Para peneliti yang sama menemukan bahwa ada lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya.
a. Keandalan: Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat.
b. Daya tanggap: Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
c. Kepastian: Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
d. Empati: Kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi kepada pelanggan.
e. Berwujud: Penampilan fasilitas fisik, peralatan, petugas, dan materi komunikasi.





Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik melakukan praktek umum berikut: konsep strategis, sejarah komitmen manajemen puncak terhadap mutu, standar yang tinggi, sistem untuk memantau kinerja jasa, dan keluhan pelanggan, serta penekanan pada kepuasan pegawai.

1. Konsep Strategis
Perusahaan-perusahaan jasa ternama “terobsesi terhadap pelanggan.” Mereka memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran dan kebutuhan pelanggan. Mereka mengembangkan strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan itu.

2. Komitmen Manajemen Puncak
Perusahaan seperti Marriott, Disney, Delta, dan McDonald’s memiliki komitmen yang menyeluruh terhadap mutu jasa. Manajemen mereka tidak hanya melihat prestasi finansial bulanan tetapi juga kinerja layanan. Ray Kroc dari McDonald’s menekankan pentingnya penilaian terus-menerus terhadap tiap restoran Mc Donald’s atas pemenuhan QSCV-nya: kualitas (quality), pelayanan (service), kebersihan (cleanliness), dan nilai (value).


3. Standar Tinggi
Para penyedia jasa terbaik menetapkan standar mutu jasa yang tinggi. Swissair, contohnya, berusaha agar 96 persen atau lebih penumpangnya memberikan penilaian yang balk atau unggul pada pelayanan mereka. Citibank berusaha untuk menjawab panggilan telepon dalam 10 detik dan surat pelanggan dalam 2 hari. Standar harus ditetapkan tinggi namun pantas. Standar akurasi 9R”persen mungkin kedengaran baik tetapi mengakibatkan Federal Express kehilangan 64.000 paket sehari, sepuluh kata dengan kesalahan eja pada tiap halaman, 400.000 resep dokter salah tiap hari, dan air minum yang tidak layak selama delapan hari dalam setahun. Perusahaan dapat dibedakan antara yang menawarkan jasa “sekadar baik” dan yang menawarkan jasa “terobosan” yang mengarah pada layanan 100 persen tanpa cacat.”

4. Sistem Pemantauan
Perusahaan-perusahaan jasa ternama mengaudit kinerja jasa, kinerja mereka sendiri dan pesaing, secara teratur. Mereka menggunakan sejumlah cara untuk mengukur kinerja: belanja perbandingan, ghost shopping, survei pelanggan, formulir saran dan keluhan, tim audit jasa, (tan surat kepada pemimpin perusahaan. General Electric mengirimkan 700.000 kartu tanggapan tiap tahun ke berbagai rumah tangga untuk menilai kinerja petugas jasanya. Citibank terus menerus memeriksa ukuran ART-nya [akurasi (accuracy), daya tanggap (responsiveness), dan ketepatan waktu (timeliness)]. Ia melakukan ghost shopping untuk mengetahui apakah karyawannya memberikan layanan yang balk. First Chicago Bank menggunakan Program Pengukuran Kinerja mingguan yang, memetakan kinerja pada sejumlah masalah yang sensitif bagi pelanggan. Gambar 18.6 memperlihatkan grafik yang digunakan bank itu untuk mencatat tingkat kecepatannya dalam menjawab pertanyaan telepon dari pelanggan. Bank ini akan mengambil tindakan bila kinerjanya turun di bawah level kinerja minimum yangdiperkenankan. Ia juga menaikkan sasaran kinerjanya sepanjang waktu.
jasa dapat dinilai menurut arti penting pelanggan (customer importance) dan kinerja perusahaan (company performance). Analisis arti penting-kinerja (importance performance analysis) dapat digunakan untuk memeringkat berbagai elemen dari kumpulan jasa dan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan

5. Memuaskan Karyawan Sekaligus Pelanggan
Perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik percaya bahwa hubungan karyawan akan mempengaruhi hubungan dengan pelanggan. Manajemen melaksanakan pemasaran internal dan menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai kinerja pelayanan yang baik. Manajemen secara teratur memeriksa kepuasan kerja pegawai. Karl Albrecht mengamati bahwa karyawan yang tidak puas dapat menjadi “teroris.” Rosenbluth dan Peters, dalam The Customer Comes Second, sedemikian jauh mengatakan bahwa pegawai perusahaan, bukan pelanggan perusahaan, yang harus dinomorsatukan jika perusahaan sungguh-sungguh berharap untuk memuaskan . pelanggannya.” Jaringan supermarket Safeway menemukan hal itu ketika melembagakan kebijakan ramah-pelanggan yang membuat banyak karyawan stres karena kecapaian kerja.

MENGELOLA PRODUKTIVITAS
Perusahaan jasa berada di bawah tekanan yang berat untuk meningkatkan produktivitas. Ada tujuh pendekatan untuk meningkatkan produktivitas jasa.
Pertama, meminta penyedia jasa untuk bekerja dengan lebih cekatan. Perusahaan dapat mempekerjakan dan mengembangkan pekerja yang lebih cekatan melalui prosedur seleksi dan pelatihan yang lebih baik.
Kedua, meningkatkan kuantitas jasa dengan melepas mutu tertentu. Dokter yang bekerja dalam HMOs (balai pengobatan umum) harus berusaha menangani lebih banyak pasien dan mengurangi waktu untuk tiap pasien.
Ketiga, “mengindustrialisasikan jasa” dengan menambah peralatan dan menstandardisasi produksi. Levitt menganjurkan agar perusahaan mengambil “sikap manufaktur” untuk memproduksi jasa seperti yang ditunjukkan oleh pendekatan liniperakitan

Memuaskan Keluhan Pelanggan
Berbagai penelitian tentang ketidakpuasan pelanggan menunjukkan bahwa para pelanggan tidak puas dengan sekitar 25 persen dari keseluruhan pembelian mereka pada waktu, tetapi hanya 5 persen yang mengeluh. 95 persen sisanya merasa bahwa mengeluh merupakan usaha yang sia-sia, atau mereka tidak tahu bagaimana atau kepada siapa harus mengeluh.
Dari 5 persen pelanggan yang menyampaikan keluhan, hanya sekitar 50 persen yang melaporkan mendapat pemecahan masalah yang memuaskan. Namun, rata-rata seorang pelanggan yang puas memberitahu tiga orang tentang pengalaman produk yang baik, tetapi rata-rata seorang pelanggan yang tidak puas mengeluh kepada 11 orang. Jika tiap orang dari kesebelas orang itu memberitahu orang lain lagi, jumlah orang yang mendengar keburukan itu dari mulut ke mulut akan bertambah secara berlipat ganda.
Namun, pelanggan yang keluhannya diselesaikan dengan baik seringkali menjadi lebih setia terhadap perusahaan daripada pelanggan yang tidak pernah dipuaskan. Sekitar 34 persen pelanggan yang menyampaikan keluhan besar akan membeli lagi dari perusahaan itu jika keluhan mereka diselesaikan, dan angka itu naik menjadi 52 persen untuk keluhan kecil. Jika keluhan itu diselesaikan dengan cepat, sekitar 52 persen (keluhan besar) dan 95 persen (keluhan kecil) akan membeli kembali dari perusahaan.
McDonald’s dalam menjual makanan cepat saji, yang berpuncak pada “hamburger teknologis.”ao Hyatt menguji coba mesin swalayan untuk memudahkan tamu yang check-in dan checkout. Southwest Airlines menggunakan mesin seperti ATM untuk memungkinkan pembelian tiket dan kartu tanda masuk secara swalayan. Shouldice Hospital dekat Toronto, Kanada hanya mengobati pasien hernia dan mengurangi waktu tinggal pasien dari yang biasanya tujuh hari menjadi setengahnya dengan mengindustrialisasikan jasa.
Keempat, mengurangi atau menghilangkan kebutuhan akan jasa dengan menemukan suatu solusi produk, seperti televisi yang menjadi pengganti hiburan di luar rumah, kemeja cuci-dan-pakai mengurangi kebutuhan akan binatu komersial, dan antibiotika tertentu mengurangi kebutuhan akan sanatorium tuberkulosis.
Kelima, merancang jasa yang lebih efektif. Klinik untuk menghentikan kebiasaan merokok mungkin mengurangi kebutuhan akan jasa medis yang mahal nantinya. Menyewa pekerja paralegal (asisten bidang hukum) mengurangi kebutuhan akan ahli hukum profesional yang mahal.
Keenam, memberikan intensif kepada pelanggan untuk menggantikan usaha perusahaan dengan usaha mereka sendiri. Sebagai contoh, perusahaan yang bersedia menyortir surat mereka sendiri sebelum dikirim ke kantor pos akan membayar tarif pos yang lebih rendah. Restoran yang menyediakan bar solad swalayan mengganti tugas “melayani” dengan tugas pelanggan itu sendiri.


Marketing Concepts and Tools 18-2
Systems for Complaint Handling and Service Recovery

Memuaskan Keluhan Pelanggan
Berbagai penelitian tentang ketidakpuasan pelanggan menunjukkan bahwa para pelanggan tidak puas dengan sekitar 25 persen dari keseluruhan pembelian mereka pda waktu, tetapi hanya 5 persen yang mengeluh. 95 persen sisanya merasa bahwa mengeluh merupakan usaha yang sia-sia, atau mereka tidak tahu bagaimana atau kepada siapa harus mengeluh.
Dari 5 persen pelanggan yang menyampaikan keluhan, haya sekitar 50 persen yang melaporkan mendapat pemecahan masalah yang memuaskan. Namun, rata-rata seorang pelanggan yang tidak puas memberitahu tiga orang tentang pengalaman produk yang baik, tetapi rata-rata seorang pelanggan yang tidak puas mengeluh kepada 11 orang. Jika tiap orang dari kesebelas orang itu memberitahu orang lain lagi, jumlah orang yang mendengar keburukan itu dari mulut ke mulut akan bertambah besar secara berlipat ganda.
Namun, pelanggan yang keluhannya diselesaikan dengan baik seringkali menjadi lebih setia terhadap perusahaan daripada pelanggan yang tidak pernah dipuaskan. Sekitar 34 persen pelanggan yang menyampaikan keluhan besar akan membeli lagi dari perusahaan itu jika keluhan mereka diselesaikan, dan angka itu naik menjadi 52 persen untuk keluhan kecil. Jika keluhan itu diselesaikan dengan cepat, sekitar 52 persen (keluhan besar) dan 95 persen (keluhan kecil) akan membeli kembali dari perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan program jasa penanganan. Yang pertama adalah perusahaan membongkar semua hambatan yang mempersulit konsumen untuk melakukan pengaduan. Ini dapat diperlakukan seperti 800 nomor hot line. Yang kedua adalah pegawai perusahaan dapat menangani masalah konsumen dengan cepat.
Dari pembahasan tentang complaints, perusahaan dapat memperbaiki sistem yang salah dan dapat mencari pemecahan dari masalah tersebut.

Sumber : See John Good, Tecnical Assitance Research Program (TARP), U.S. Office of Consumer Affairs Study on Complaint Handling in America, 1986; Kan Albrecht and Ron Zemka, Service America (Homewood, IL: Dow-Jones Irwin, 1985): Leonard L. Berry and A. Parasutaman, Marketing Services (New York. The Free Press, 1991); and Roland T. Rust, Balai Subramariam, Marketing Management, 1, no.3, 1992, 41-45.

Companies and Industries 18-2

Walt Disney Enterprises-A Highly Respo
Service companies-hotels, hospitals, colleges, banks, and others-are increasingly recognizing the importance of a fifth P, namely, the people. Service companies’. employees are in constant contact with consumers and can create good or bad impressions.
Organizations are eager to learn how to “turn on” their inside people (employees) to serve their outside people (customers). Here is what the Disney organization does to market “positive customer attitudes” to its employees:
1. Disney’s staff extends a special welcome to new employees. These employees are supplied with written instructions on what to expect-where to report, what to wear, and how long each training phase will be.
2. On the first day, new employees report to Disney University for an all-day orientation session. They sit four to a table, receive name tags, and are served coffee, juice, and pastry while they introduce themselves and get acquainted. Each new employee immediately knows three other people and feels part of a group.
3. The employees are introduced to the Disney philosophy and operations through an audiovisual presentation. They learn that they are in the entertainment business. They are “cast members” whose job it is to be enthusiastic, knowledgeable, and professional in serving Disney’s “guests.” They learn how they will each play a role in producing the “show.” Then they are treated to lunch, tour the park, and are shown the recreational area set aside for the employees’ exclusive use. That area consists of a lake, recreation hall, picnic area, boating and fishing facilities, and a large library.
4. The next day, the new employees report to their assigned jobs, such as security hosts (police), transportation hosts (drivers), custodial hosts (street cleaners), or food-and-beverage host, (restaurant workers). They will receive a few days of additional training before they go “on stage.” When they have learned their function, their receive their “theme costumes” and are ready perform.
5. The new employees receive additional training on how to answer questions guests frequently ask about the park. When they don’t have the answer, they can dial switchboard operators who are armed with thick fact books and stand ready to answer all, question.
6. The employees receive a Disney newspaper called Eyes and Ears, which features news of activities, employment opportunities, special benefits, educational offerings, and so on. Each issue contains a generous number of pictures of high-achieving employees.
7. Each Disney manager spends a week each year in “cross-utilization,” namely, leaving the desk and heading for the front line, such as taking tickets, selling popcorn, or loading or unloading rides. In this way, management stays in touch with running the park and maintaining service quality to satisfy the millions of visitors. All managers and employees wear name badges and address each other on a first-name basis, regardless of rank.
8. All exiting employees answer a questionnaire on how they felt about working for Disney and any dissatisfactions they might have. In this way, Disney’s management can measure its success in producing employee satisfaction and, ultimately, customer satisfaction.

No wonder the Disney people are so successful in satisfying their “guests.” Management’s attention to its employees helps the latter feel important and personally responsible for the “show.” The employees’ sense of “owning this organization” spills over to the millions of visitors with whom they come in contact.

SOURCE: See N. W. Pope, “Mickey Mouse Marketing,” American Banker, July 25, 1979; and “More Mickey Mouse Marketing,” American Banker, September 12, 1979.

MENGELOLA JASA PENDUKUNG PRODUK

Sejauh ini kita memusatkan perhatian pada industi jasa. Yang tidak kalah penting adalah industri berbasis produk yang harus menyediakan sekumpulan jasa bagi pelanggan. Produsen peralatan kecil untuk rumah tangga, peralatan kantor, traktor, komputer mainframe, pesawat terbang-semuanya harus menyediakan jasa pendukung produk bagi pembeli. Kenyataannya, jasa pendukung produk sedang menjadi wilayah pertempuran utama untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Beberapa perusahaan peralatan, seperti Caterpillar Tractor dan John Deere, menghasilkan lebih dari 50% keuntungannya dari jasa pendukung produk. Di pasar global, perusahaan yang membuat produk yang bagus tetapi memberikan dukungan pelayanan lokal yang buruk akan mengalami kerugian serius.
Perusahaan yang memberikan pelayanan yang bermutu tinggi tidak diragukan lagi akan mengungguli pesaing yang kurang berorientasi pada pelayanan. Tabe18-1 memberikan buktinya. Strategic Planning Institute menyortir tiga peringkat teratas dan tiga peringkat terbawah dari 3.000 unit bisnis berdasarkan peringkat “mutu pelayanan yang dipersepsikan dalam ukuran relatif.” Tabel itu menunjukkan bahwa perusahaan yang bermutu jasa tinggi mampu mengenakan harga lebih tinggi, tumbuh lebih cepat, dan menghasilkan lebih banyak keuntungan karena kekuatan mutu jasa mereka yang lebih unggul.
Perusahaan harus mendefinisikan kebutuhan pelanggan dengan hati-hati dalam merancang produk dan sistem pendukung produk. Para pelanggan memiliki tiga kekhawatiran:
 Mereka khawatir tentang keandalan dan frekuensi kegagalan. Seorang petani mungkin mentolerir mesin penuai yang rusak setahun sekali, tetapi tidak dua atau tiga kali.
 Pelanggan khawatir tentang lamanya mesin terhenti pada saat perbaikan (downtime duration). Semakin lama mesin terhenti, semakin tinggi biayanya. Pelanggan memperhitungkan keandalan pelayanan penjual-yaitu, kemampuan penjual untuk memperbaiki mesin secara cepat, atau setidaknya menyediakan pinjaman sehingga pekerjaan dapat dilanjutkan.”
 Pelanggan khawatir tentang biaya yang dikeluarkan untuk jasa pemeliharaan dan perbaikan. Berapa banyak yang harus dihabiskan pelanggan untuk pemeliharaan reguler, biaya reparasi, dan seterusnya?
Pembeli akan mempertimbangkan semua faktor itu dalam memilih penjual. Pembeli berusaha memperkirakan biaya siklus hidup dari tawaran itu, yaitu biaya pembelian produk ditambah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang didiskontokan dikurangi dari nilai sisa yang didiskontokan. Pembeli berhak meminta data tertulis dalam memilih penjual.

Tiga Peringkat Mutu Jasa Teratas Tiga Peringkat Mutu Jasa Terbawah
Perbedaan dalam Poin %
Kontribusi Mutu Jasa terhadap Kinerja Relatif
Indeks harga relatif terhadap pesaing 7% -2% +9%
Perubahan pangsa pasar per tahun 6 -2 +8
Pertumbuhan penjualan per tahun 17 8 +9
Tingkat pengembalian terhadap penjualan 12 1 +11
Sumber: Phillip Thompson, Glenn Desourza, dan Bradley T. Gale,'The Strategic Management of Service and Quality; Quoliry Progress, Juni 1985, h 24.
Pentingnya keandalan, jasa yang dapat dipercaya dan pemeliharaan berbeda di antara berbagai produk dan pemakai produk. Kantor dengan satu komputer akan membutuhkan keandalan produk yang lebih tinggi dan jasa reparasi yang lebih cepat daripada kantor yang memiliki komputer lain bila yang satu rusak. Perusahaan penerbangan membutuhkan 100 persen keandalan di udara. Pada saat keandalan menjadi hal yang penting, perusahaan manufaktur atau penyedia jasa dapat menawarkan garansi untuk mendorong penjualan.
Untuk memberikan dukungan yang terbaik, perusahaan manufaktur harus mengidentifikasi jasa yang dinilai paling tinggi oleh pelanggan dan kepentingan relatifnya. Dalam hal peralatan mahal, seperti peralatan medis, produsen menawarkan jasa fasilitas, seperti instalasi peralatan, pelatihan staf, jasa pemeliharaan dan perbaikan, serta pembiayaan. Produsen juga dapat menambahkan jasa peningkatan nilai. Herman Miller, suatu perusahaan furniture kantor yang besar, menawarkan janji Herman Miller kepada pembeli: (1) lima tahun garansi produk; (2) audit mutu setelah instalasi proyek (3) jaminan tanggal kedatangan barang, dan (4) kelonggaran tukar tambah atas sistem produk.


Marketing Strategis 18-3

Semua penjual secara hukum bertanggung jawab untuk memenuhi harapan normal atau yang masuk akal dari pembeli barang. Jaminan (warranties) merupakan pernyataan formal perusahaan manufaktur mengenai kinerja produk yang diharapkan. Produk yang dijamin itu dapat dikembalikan ke perusahaan atau dikirim ke pusat reparasi untuk perbaikan, penggantian, atau pengembalian uang. Jaminan, baik dinyatakan dengan jelas atau tersirat, dapat dipaksakan pelunasannya secara hukum.
The seller will not always include a formal warranty with the product. Nevertheless, a company selling toasters is delivering an implied warranty that the toasters wiil toast bread, be safe in use, and will work for a reasonable length of time. The buyer, however, may also ask the seller for an express warranty that the product will be fit for a particular purpose. If the seller says that a pair of boots are fit for a particular purpose; say mountain climbing, and they fail in this purpose, the buyer can return the boots and not pay the bill or he can claim a refund. The Uniform Commercial Code defines the conditions under which implied or express warranties are enforceable.
Banyak penjual yang bertindak lebih jauh dengan menawarkan garansi (guarantees). Garansi meruplakan kepastian umum bahwa produk itu dapat dikembalikan jika kinerjanya tidak memuaskan. Sebagai contoh adalah garansi “uang kembali”. Pelanggan harus memperoleh garansi yang dinyatakan dengan jelas dan mudah untuk dipenuhi dan perusahaan harus menanggapi dengan cepat. Jika tidak, pembeli tidak akan puas. Ketidakpuasan dapat mengarah pada terhentinya pembelian lanjutan. Promosi buruk dari mulut ke mulut dan kemungkinan gugatan.
Saat ini banyak perusahaan menjanjikan “kepuasan menyeluruh atau lengkap” tanpa merincinya. Maka, Procter & Gambler mengiklankan: ”Jika Anda merasa tidak puas dengan alasan apa pun kembalikan untuk penggantian, penukaran, atau pengembalian uang.” Beberapa perusahaan memberikan janji istimewa yang mampu untuk membedakan mereka dari para pesaing dan dapat digunakan sebagai alat penjualan yang efektif.
Sebagai contoh:
 Xerox recently promised that if any of its customers arc dissatisfied with a Xerox product within three years of its purchase, Xerox will replace it until the customer is fully satisfied.
 L. L. Bean, perusahaan perlengkapan luar rumah, menjanjikan kepada para pelanggannya “100 persen kepuasan di mana saja, selamanya.” Misalnya, jika seorang pelanggan membeli sepasang sepatu bot dan dua bulan kemudian ia menemukan bahwa sepatu itu mudah mengakibatkan lecet, L. L. Bean akan mengambilnya kembali dan mengembalikan uangnya atau menggantinya dengan merek lain.
 A.T.Cross memberikan garansi seumur hidup untuk pena dan pensil Cross-nya. Jadi, pelanggan yang penanya macet cukup memposkannya ke A.T. Cross (amplop untuk mengirim disediakan di toko-toko yang menjual alat tulis Cross) dan pena itu akan diperbaiki atau diganti tanpa dikenakan biaya.
 Federal Express merebut hati dan ingatan pengguna jasa pos dengan menjanjikan pengiriman keesokan hari “mutlak, pasti pada pukul 10.30 pagi.”
 Deluxe Corporation, Printer terkemuka untuk checkbooks, garansi 48 jam dan tanpa cacat.
 BBBK, perusahaan pembasmi serangga, menawarkan garansi berikut: (1) tidak perlu membayar sampai semua hama dimusnahkan; (2) jika usaha tersebut gagal, pelanggan menerima pengembalian penuh yaitu dapat digunakan untuk membayar pembasmian hama selanjutnya; (3) jika tamu di tempat pelanggan menemukan serangga, BBBK akan membayarkan kamar pelanggan itu dan mengirimkan surat permohonan maaf; dan (4) jika fasilitas pelanggan ditutup untuk selama-selamanya, BBBK akan membayar semua denda laba yang hilang, dan $5.000. Untuk garansi tingkat tinggi ini, BBBK dapat mengenakan harga lima kali lebih tinggi daripada para pesaingnya, BBBK juga menikmati pangsa pasar yang tinggi, dan telah membayar hanya 0,4 persen dari nilai penjualannya untuk garansi.




STRATEGI JASA PURNA JUAL

Produsen harus memutuskan bagaimana mereka ingin aftersales menawarkan layanan kepada pelanggan, termasuk layanan perbaikan dan pemeliharaan, layanan pelatihan, dan like. They memiliki empat alternatif:
1. Pabrikan dapat menyediakan layanan ini departemen (lihat Konsep Pemasaran dan Peralatan 18-3)
2. Pabrikan dapat membuat perjanjian dengan distributor dan dealer atau menyediakan layanan ini.
3. Pabrikan dapat meninggalkan ke layanan spesialis independen perusahaan untuk menyediakan layanan tersebut
4. Pabrikan dapat meninggalkan ke pelanggan untuk layanan mereka sendiri peralatan

Dalam menyediakan layanan, sebagian besar perusahaan bergerak maju melalui serangkaian tahap. Perusahaan manufaktur pada umumnya mulai dengan menjalankan departemen suku cadang dan jasa. Mereka ingin tetap dekat dengan peralatan itu dan mengetahui masalahnya. Mereka juga merasa bahwa melatih orang lain itu mahal dan memakan waktu. Mereka juga menyadari bahwa mereka dapat menghasilkan banyak uang dengan mengelola bisnis suku cadang dan jasa itu. Selama mereka merupakan pemasok tunggal suku cadang yang dibutuhkan, mereka dapat menetapkan harga yang lebih mahal. Kenyataannya, banyak produsen peralatan meretapkan harga peralatan yang rendah dan mengkompensasikannya dengan membebankan harga yang tinggi untuk suku cadang dan jasa. (Hal itu menjelaskan mengapa muncul pesaing yang memproduksi suku cadang yang sama atau serupa dan menjualnya kepada pelanggan atau perantara dengan harga yang lebih murah. Perusahaan manufaktur memperingatkan pelanggan akan bahaya menggunakan suku cadang buatan pesaing, namun peringatan itu tidak selalu meyakinkan).
Dengan berjalannya waktu, perusahaan manufaktur mengalihkan lebih banyak jasa pemeliharaan dan perbaikan kepada distributor dan penjual resmi. Para perantara itu lebih dekat dengan pelanggan, beroperasi di lebih banyak lokasi, dan setidaknya dapat menawarkan jasa dengan lebih cepat. Perusahaan manufaktur tetap menghasilkan laba dari penjualan suku cadang tetapi juga memberikan keuntungan jasa pelayanan kepada perantaranya.
Lebih lanjut lagi, muncul perusahaan jasa independen. Lebih dari 40 persen tugas perbaikan mobil sekarang dilakukan di luar penyalur resmi mobil tersebut, ditangani oleh bengkel-bengkel independen dan jaringan seperti Midas Muffler, Sears, dan J. C. Penney. Organisasi jasa independen telah bermunculan untuk menangani komputer mainframe, peralatan telekomunikasi, dan berbagai jenis peralatan lainnya. Biasanya organisasi independen itu menawarkan harga yang lebih rendah dan/atau pelayanan yang lebih cepat daripada produsen atau perantara resmi.
Akhirnya, beberapa pelanggan besar mengambil alih tanggung jawab untuk menangani sendiri jasa pemeliharaan dan perbaikan. Jadi, perusahaan-perusahaan yang memiliki beberapa ratus komputer pribadi, printer, dan berbagai peralatan terkait merasa lebih murah untuk memiliki petugas servis mereka sendiri di tempat. Perusahaan-perusahaan itu biasanya menekan produsen untuk memperoleh harga yang lebih murah, karena mereka menyediakan jasa sendiri.


TREND UTAMA DALAM PELAYANAN PELANGGAN
Lele memperhatikan kecenderungan utama dalam bidang pelayanan pelanggan berikut:
1. Produsen peralatan membuat peralatan yang lebih dapat diandalkan dan, lebih mudah dipasang. Salah satu alasannya adalah pergeseran dari peralatan elektromekanis ke peralatan elektronik, yang memiliki lebih sedikit kerusakan, dan lebih dapat diperbaiki. Perusahaan-perusahaan menambahkan modulmodul yang mudah dipasang dan dibuang untuk memudahkar; perbaikan sendiri.
2. Para pelanggan semakin berpengalaman dalam membeli jasa pendukung produk dan mendesak “pelepasan jasa.” Mereka menginginkan harga yang terpisah untuk tiap elemen jasa dan pilihan elemen jasa yang baik yang akan mereka inginkan.
3. Pelanggan semakin tidak suka melakukan transaksi dengan berbagai penyedia jasa yang menangani berbagai jenis peralatan. Beberapa organisasi jasa pihak ketiga sekarang menyediakan layanan untuk berbagai ragam peralatan.
4. Kontrak Jasa (service contracts, juga dinamakan extended warranties), yaitu pihak penjual bersedia memberikan jasa pemeliharaan dan perbaikan gratis untuk suatu periode waktu tertentu dengan harga kontrak tertentu, kontrak jenis itu semakin kurang arti pentingnya. Sejumlah jaminan mobil sekarang mengcover 100.000 mil tanpa perlu perbaikan. Karena meningkatnya peralatan yang dapat dibuang dan/atau tidak pernah rusak, pelanggan semakin enggan membayar 2 persen sampai 10 persen dari harga pembelian tiap tahun untuk mendapatkan perbaikan.
5. Pilihan-pilihan pelayanan pelanggan meningkat dengan cepat, dan hal itu menurunkan harga serta laba jasa. Produsen peralatan semakin perlu mencari cara untuk menghasilkan uang dari penetapan harga peralatan mereka yang terlepas dari kontrak jasa.


BAGAIMANA UNTUK MENJALANKAN LAYANAN PELANGGAN JABATAN
Setiap perusahaan harus membuat ketentuan untuk presale dan postsale layanan untuk para customers.Ini ditangani oleh departemen layanan pelanggan. Kualitas layanan ini pelanggan departemen bervariasi greatly.At satu ekstrim adalah departemen layanan pelanggan yang cukup menyerahkan panggilan pelanggan ke orang yang tepat atau departemen untuk tindakan, dengan sedikit tindak lanjut untuk apakah permintaan pelanggan yang lain adalah satisfied. At ekstrim departemen layanan pelanggan yang ingin menerima permintaan pelanggan, saran, dan bahkan pengaduan dan menangani mereka expeditiously. Perusahaan seperti P & G, GE, dan Merck jatuh dalam kategori kedua.
P & G cetak bebas pulsa nomor pada setiap produk dan menerima hampir satu juta panggilan year. Included adalah panggilan yang meminta informasi tentang cara menggunakan produk, atau saran tentang cara untuk meningkatkan produk, atau keluhan mengenai cacat product.P & G wellcomes semua panggilan tersebut, yang memberikan dasar untuk terus meningkatkan kualitas dan operasi.
GE anually menghabiskan $ 10 juta untuk beroperasi di GE Jawaban Center 24 jam sehari, 365 hari/tahun. Itu menangani tiga juta panggilan yang year. At jantung dari sistem raksasa database yang menyediakan pusat Pelanggan Perwakilan (CRS) dengan instan 750.000 atau akses jawaban tentang model 8500 pada 120 produk lines. Hanya sekitar 15% dari panggilan dia adalah pengaduan. Menemukan bahwa GE telah ketika mereka dalam menangani keluhan dengan cara yang memuaskan, lebih dari 80% dari complainers akan membeli kembali dari GE. GE memilih dan kereta api dengan CRS dengan teliti dan tangan mereka dengan salah satu file database yang berisi lebih dari 750.000 jawaban.
Merck menjalankan Kedokteran Menjawab Pertanyaan Layanan untuk physcians.A physcians dapat panggilan Merck untuk informasi tentang penyakit tertentu dan Merck’s librarians akan mail atau fax penting artikel illness. Although menjelaskan bahwa layanan ini mahal untuk beroperasi, maka tak diragukan lagi yang kuat membangun Merck gambar dokter di pikiran.


RINGKASAN
Karena Amerika semakin bergerak menuju layanan ekonomi, pasangan harus mengetahui lebih lanjut tentang layanan pemasaran produk. Layanan adalah kegiatan atau manfaat yang dapat menawarkan kepada pihak lain dan tidak menyebabkan kepemilikan anything. Services yang nyata, dipisahkan, variabel, dan menghambat perishable. Each karakteristik masalah dan memerlukan strategi. Pasangan harus menemukan cara atau “tangibilize” yang nyata; untuk meningkatkan produktivitas dari penyedia layanan yang tidak dapat dipisahkan dari produk; standardiz untuk kualitas di hadapan sejumlah; dan untuk mempengaruhi pergerakan permintaan dan penawaran kapasitas dalam menghadapi perishability layanan.
Layanan lagged biasanya memiliki industri manufaktur di belakang perusahaan di pemasaran mengadopsi dan menggunakan konsep, tetapi sekarang ini adalah perubahan. Strategi pemasaran layanan panggilan tidak hanya untuk eksternal pemasaran tetapi juga untuk pemasaran internal, untuk memotivasi para karyawan, dan pemasaran interaktif, untuk membuat keterampilan dalam layanan selular. Pelanggan akan menggunakan teknis dan fungsional kriteria untuk menilai kualitas services. To berhasil, layanan marketer harus membuat perbedaan kompetitif, menawarkan layanan berkualitas tinggi, dan menemukan cara atau meningkatkan layanan produktivitas.
Bahkan produk berbasis perusahaan harus menyediakan dan mengelola sebuah bundel layanan untuk para pelanggan; dalam kenyataannya, mereka layanan bundel mungkin lebih penting daripada produk unggul di pelanggan. Operator campuran presale meliputi layanan seperti nasihat teknis dan teguh pengiriman, serta layanan postsale prompt seperti perbaikan, dan pelatihan bagi para personel. Pasangan yang telah memutuskan untuk pada campuran, kualitas, dan sumber dari berbagai produk yang mendukung layanan pelanggan memerlukan.