Kamis, 08 April 2010

LOCAL FOREST MANAGEMENT Edited by David Edmunds and Eva Wollenberg INTRODUCTION


Selama tahun 1980, tekanan politik mulai menekan pemerintah pusat untuk menyerahkan manajemen sumberdaya kepada individu dan institusi local yang lokasinya berada dalam pemerintahan ataupun diluar pemerintahan. Beberapa pemikiran yang mendorong transformasi dalam manajemen sumberdaya, diantara adalah :
• Mulai mencari jalan untuk memotong biaya birokrasi pemerintah yang tidak efisien
• Para pencinta ligkungan menggambarkan bahwa manajemen sumberdaya berkelanjutan yang berdasarkan pada hubungan ekonomi dan budaya yang selaras antara masyarakat local dan sumberdaya alam akan lebih efektif jika dikelola oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan sumberdaya tersebut.
• Advokasi terhadap masyarakat miskin agar dapat mengontrol sumberdaya yang ada di wilayahnya akan membantu mereka mendapatkan bagian yang lebih besar dari pengatura sumberdaya alam
• Pembangunan khusus terhadap kelayakan kerja bersama masyarakat local dan pergerakan untuk mendukung pembangunan skala kecil, bottom up dan pengukuran respon skala local berbasis pada kehendak masyarakat local, merupakan kebalikan dari strategi pembangunan yang berfokus pada skala besar dan investasi dalam bidang infrastruktur.
• Para pendukung reformasi politik membantah bahwa keterlibatan langsung masyarakat dalam manajemen sumberdaya alam merupakan kebohongan terbesar dari pemerintah local dan akan berhenti dengan sendirinya, karena desentralisasi tersebut akan melibatkan civil culture
Saat ini telah terjadi pergeseran kebijakan dalam manajemen sumberdaya alam, hampir di seluruh dunia. Reformasi kebijakan telah melakukan pemindahan kewenangan untuk mengatur sumberdaya air terhadap institusi local di lebih dari 25 negara. (Vermilion, 1997). Hak untukmengelola hidupan liar, telah mengalami perubahan di Nabibia, Zambia, Zimbabwe dan Botswana (Shackleton et al, 2002). Pemerintah pusat juga telah secara bertahap untuk mentransfer kewenangannya dalam memanage perikanan, tanah, perlindungan kawasan dan sumberdaya local lain kepada institusi local.
Pergeseran kewenangan untuk manajemen hutanan dipermulasikan melalui berbagai jalan, diantaranya adalah :
• Organisasi perusahaan atau organisasi masyarakat, seperti Rubber Tappers’ Organization (Brazil), Ejidos (Meksiko), Trusts (Botswana), Conservancies (Nabibia) dan Communal Property Association (Makuleke, Afrika Selatan).
• Komite Desa yang di fasilitasi oleh pemerintah, sebagai contoh : Natural Resources Management Protection Committees di Malawi dan Forest Protection Committees di India.
• Kontrak persetujuan antara pemerintah dengan rumahtangga atau individu (Philipina dan Cina)
• Organisasi pemerintah local seperti yang terjadi pada dewan daerah peedesaan di Zimbabwe dan panchayats di India
Pergeseran dalam kewenangan pengelolaan hutan membuat banyak masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan mendapatkan akses yang lebih besar terhadap hutan dan dapat menentukan sendiri keputusannya dalam mengelola sumberdaya local. Dalam penelitian ini tidak akan membahas secara mendalam tentang sejarah pengaru pergeseran kewenangan (devolution) dalam mengelola hutan terhadap masyarakat local, melainkan akan mencoba untuk merinci tentang reformasi kebijakan, yang akan dipusatkan pada tiga Negara dengan pengalaman yang luas dalam hal implementasi devolution.
Berdasarkan penemuan awal, kebijakan devolution telah memberikan dampak yang negative negative terhadap kehidupan pemakai hutan di beberapa lokasi penelitian. Hal ini terjadi khususnya pada kebijakan yang tidak memperhatikan dampak dari reformasi kebijakan yang telah dibuat dan kebijakan yang dibuat tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, kebijakan devolution perlu dipertimbangkan kembali, terutama di India dan di Philipina.
Beberapa contoh permasalahan akibat kebijakan devolution adalah : 1)specis yang digunakan oleh pemerintah dalam program penutupan lahan melalui agroforestry , adalah species baru yang mengganti species yang ada sebelumnya yang bermanfaat untuk perlindungan tanah dan sumberdaya air, tanaman obat, sumber pakan ternak, bahan kontruksi untuk masyarakat local serta sumber pangan liar. 2) Di Cina, peningkatan penutupan lahan memberikan damapak yang lebih baik terhadap masyarakat miskin, karena masyarakat di ijinkan untuk memilih tanaman buah-buahan dan jenis spesies lain yang laku di pasar. Meskipun demikian, peraturan dari pemerintah membatasi pilihan masyarakat terhadap jenis kayu yang dipilih. Selain itu, jika pemerintah local tidak melakukan pengawasan, maka penduduk akan mengunakan kayu yang telah tumbuh untuk berbagai keperluan. Jadi peningkatan penutupan lahan sering berarti pengurangan dalam hal manfaat hutan bagi masyarakat miskin.
Berdasarkan studi kasus, mengindikasikan bahwa kebijakan devolution dapat memberikan dampak yang beragam terhadap rumah tangga local dan atau manfaat hutan. Kebijakan devolution memberikan dampak langsung yaitu legitimasi dalam pengelolaan lahan hutan. Masyarakat local menikmati status yang lebih tinggi dan bisa mendapatkan sumberdaya dari pemerintah, donor, NGOs untuk aktivitasnya dalam mengelola hutan. Dibeberapa Negara, terutama di Cina masyarakat memperoleh keuntungan melalui peningkatan sumber pendapatan. Kejadian sebaliknya terjadi di India, kebijakan devolution menghilangkan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendapatan. Hal ini karena pemerintah mengekpansi penjualan hasil produk hutan, sehingga masyarakat tidak bisa menjual secara langsung hasil hutan yang ada, meskipun pada awalnya pemerintah telah menjanjikan bagi hasil kepada masyarakat.
Beberapa hal penting yang berhubungan dengan pemberian kesempatan kepada masyarakat miskin dalam membuat keputusan adalah : Pertama, Kerangkan konseptual dari pemerintah dam masyarakat sering menyimpang tajam dari penghargaan terhadap manajeme sumberdaya alam. Usaha untuk membanguan secara bersama-sama kerangka devolution dan implementasinya hanya difokuskan pada keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan masyarakat. Konflik kepentingan antara berbagai kelompok tidak akan bisa di hilangkan, dan akan lebih baik untuk memanagenya dengan cara membangun mekanisme institusi yang dapat mengjoordinasikan kegiatan dan dengan cara melakukan evaluasi secara berkala terhadap semua persetujuan dalam rangka perubahan social dan keadaan lingkungan.
Kedua, Kapasitas local yang kuat untuk melakukan aksi secara bersama-sama dapat menjaga dan mempromosikan kemampuan masyarakat local dalam membuat keputasan sendiri. Kapasitas tersebut kadang-kadang diperlukan untuk membangun modal social, seperti jaringan, norma dan social trust yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Ketiga, struktur dari pembuat keputusan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap hak kepemilikan outcome. Hal tersebut berkenaan dengan hak kepemilikan antara masyarakat local dengan “outsiders”, pemakai sumberdaya yang berbeda dalam masyarakat dan diantara individu masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar